بــِسْـمِ للهِ الرَّحْـمن ِِ الرَّحـِيْـمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، دَعَا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ فَاسْتَجَابَ لِدَعْوَتِهِ الرَّاشِدُوْنَ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ
تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Ketahuilah
hadirin sekalian bahwa agama Islam pada asalnya sama seperti agama
samawiyah lainnya yang diturunkan Allah, dengannya Allah mengutus para
Rasul; yaitu agama yang dibangun di atas dasar ittiba’
(mengikuti) dan kepatuhan pada apa yang disampaikan Allah dan RasulNya.
Sebab sebuah ajaran tidak dapat disebut Ad-Dien kecuali bila di dalamnya ada kepatuhan pada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan ittiba’ pada apa yang diserukan oleh RasulNya.
Dan
sebaik-baik petunjuk yang harus ditempuh oleh orang –orang yang
mengharapkan kejayaan, sebaik-baik jalan yang mesti dilalui oleh
orang-orang shaleh adalah: petunjuk dan jalan yang digariskan oleh
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada umatnya. Tidak ada lagi
pertunjuk yang lebih baik dari pada petunjuk beliau. Tidak ada lagi
jalan hidup yang lebih lurus selain dari pada jalan hidup yang beliau
tempuh.
“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah, bagi orang-orang yang yakin.” (Al-Maidah: 50)
Namun ternyata iblis -la’natullah ‘alaihi- tidak pernah berhenti
menyesatkan anak cucu Adam. Dengan berbagai cara tipu muslihat ia
mencoba memalingkan mereka dari cahaya ilmu lalu membiarkan mereka
tersesat dan kebingungan dalam gelapnya kebodohan. Dari situlah iblis
kemudian memasukkan hal-hal yang secara lahiriah adalah perbuatan
baik/amal shaleh ke dalam agama namun sebenarnya ia tidak pernah
dituntunkan Allah dan RasulNya. Muncullah berbagai keyakinan dan amalan
yang tidak pernah diajarkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
Lahirlah i’tiqad dan perbuatan yang tak pernah dikenal oleh generasi terbaik ummat ini; generasi As-Salafus shalih ridlwanullah ‘alaihim, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
إِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ،
عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
" Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, (maka saat itu) ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-rasyiddin yang mendapatkan hidayah, gigitlah (sunnah)dengan gigi-gigi geraham (berpegang teguh), dan jauhilah perkara-perkara yang dibuat-buat (dalam agama), karena setiap bid’ah itu sesat." (HR. Abu Dawud dan At-Tarmidzi ia katakan hadits hasan shahih)
Yang
dimaksud dengan bid’ah adalah segala perkara yang dibuat-buat dalam
agama yang sama sekali tidak memiliki dasar dalam syari’ah . Dan
barangsiapa yang mencoba melakukan hal ini, maka ia akan masuk dalam
ancaman Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
"Barangsiapa yang membuat-buat hal baru dalam urusan (agama) kami, apa-apa yang tidak ada keterangan darinya maka ia itu tertolak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan riwayat Muslim yang lain, beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak dilandasi/sesuai dengan keterangan kami, maka ia itu tertolak.”
Hadits yang baru saja kita simak ini merupakan dasar terpenting dalam ajaran Islam. Hadits ini merupakan standar yang harus digunakan untuk mengukur dan menilai sebuah amalan secara lahiriah, sehingga -berdasarkan hadits ini- amalan apapun dilemparkan
kembali kepada pelakunya. Sehingga berdasarkan hadits ini pula
perbuatan apa pun yang diada-adakan dalam Islam bila tidak diizinkan
oleh Allah dan RasulNya, maka tidaklah boleh dikerjakan; bagaimanapun
baik dan bergunanya menurut akal kita. Imam Nawawy menjelaskan bahwa
hadits yang mulia ini adalah salah satu hadits penting yang harus
dihafal dan digunakan untuk membantah dan membatalkan segala bentuk
kemungkaran dalam Islam.
Sesungguhnya
perilaku bid’ah dan segala perilaku yang mengarah pada penambahan
terhadap ajaran Islam adalah tindakan kejahatan yang amat sangat nyata.
Bila kejahatan bid’ah ini dilakukan maka “kejahatan-kejahatan” lain yang
akan muncul, di antaranya:
Perilaku bid’ah menunjukkan bahwa pelakunya telah berprasanga buruk (suudhan)terhadap Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya
yang telah menetapkan risalah Islam, karena pelaku bid’ah telah
menganggap bahwa agama ini belumlah sempurna sehingga perlu diberikan
ajaran-ajaran tambahan agar lebih sempurna. Itulah sebabnya Imam Malik
bin Anas rahimahullah pernah berkata: “Barangsiapa yang
membuat-buat sebuah bid’ah dalam Islam yang ia anggap baik, maka sungguh
ia telah menuduh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam telah
mengkhianati risalah yang diturunkan Allah padaNya, karena Allah
berfirman:
“Pada
hari ini telah Kusempurnakan buat kalian dien kalian, dan telah
kucukupkan atas kalian nikmatKu, dan telah Aku relakan Islam sebagai
agama kalian.” (QS. Al-Maidah:3)
Oleh
karena itu, apapun yang pada saat itu tidak temasuk dalam Ad-Dien maka
hari inipun ia tak dapat dijadikan (sebagai bagian) Ad-Dien.
Disamping
itu, berdasarkan point pertama maka dampak negatif lain dari perilaku
bid’ah adalah bahwa hal ini akan mengotori dan menodai keindahan
syari’ah Islam yang suci dan telah disempurnakan oleh Allah Subhannahu
wa Ta'ala . Perbuatan ini akan memberikan kesan bahwa Islam tidaklah
pantas menjadi pedoman hidup karena ternyata belum sempurna.
Perbuatan
bid’ah juga akan mengakibatkan terhapusnya dan hilangnya syi’ar-syi’ar
As Sunnah dalam kehidupan umat Islam. Hal ini disebabkan tidak ada
satupun bid’ah yang muncul dan menyebar melainkan sebuah sunnah akan
mati bersamanya, sebab pada dasarnya bid’ah itu tidak akan muncul
kecuali bila As-Sunnah telah ditinggalkan. Sahabat Nabi yang mulia, Ibnu
Abbas Rahimahullaah pernah menyinggung hal ini dengan mengatakan:
مَا
أَتَى عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلاَّ أَحْدَثُوْا فِيْهِ بِدْعَةً
وَأَمَاتُوْا فِيْهِ سُنَّةً حَتَّى تَحْيَا الْبِدْعَةُ وَتَمُوْتَ
السُّنَّةُ.
“Tidaklah datang suatu tahun kepada ummat manusia kecuali mereka membuat-buat sebuah bid’ah di dalamnya dan mematikan As-Sunnah, hingga hiduplah bid’ah dan matilah As-Sunnah.”
Tersebarnya
bid’ah juga akan menghalangi kaum Muslimin untuk memahami ajaran-ajaran
agama mereka yang shahih dan murni. Hal ini tidaklah mengherankan,
karena ketika mereka melakukan bid’ah tersebut maka saat itu mereka
tidak memandangnya sebagai sesuatu yang salah, mereka justru meyakininya
sebagai sesuatu yang benar dan termasuk dalam ajaran Islam. Hingga
tepatlah kiranya apa yang dinyatakan oleh Imam Sufyan Ats Tsaury:
اَلْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ. اَلْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لاَ يُتَابُ مِنْهَا.
“Bid’ah itu lebih disenangi oleh syaitan dari pada perbuatan maksiat, karena perbuatan maksiat itu (pelakunya) dapat bertaubat (karena bagaimanapun ia meyakini bahwa perbuatannya adalah dosa) sedangkan bid’ah (pelakunya) sulit untuk bertaubat (karena ia melakukannya dengan keyakinan hal itu termasuk ajaran agama, bukan dosa).
Dengan
demikian jelaslah sudah bahwa perbuatan bid’ah adalah tindak kejahatan
yang sangat nyata terhadap syari’at Islam yang suci dan telah
disempurnakan oleh Allah. Dan tidak ada jalan lain untuk membasmi hal
tersebut kecuali dengan mendalami dan melaksanakan sunnah Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam , tidak ada penyelesaian lain kecuali
dengan mengembalikan semua perkara kepada hukum Allah dan RasulNya.
“Dan
bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka
ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (Al-An’am: 153)
Bid’ah
adalah gelombang taufan yang dapat menenggelam-kan siapapun, dan
As-Sunnah yang shahihah adalah “bahtera Nuh”; siapapun yang
mengendarainya akan selamat dan siapa yang meninggalkannya akan
tenggelam.
Setiap
jalan selain jalan Allah disitu terdapat syetan yang akan selalu
mengajak dan menanamkan rasa cinta kepada perilaku bid’ah lalu
perlahan-lahan menjauhkan kita dari As-Sunnah. Ini adalah salah satu
langkah syetan dimana secara bertahap ia membisikkan syubhat-syubhat itu
ke dalam amal nyata; baik dengan mengurangi atau menambah i’itiqad maupun amalan yang tak pernah
dituntunkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Sangat banyak
kaum Muslimin yang jatuh dan menjadi korban; syetanpun telah memperoleh kemenangan “peperangan” ini dalam banyak kesempatan; baik ketika seorang hamba meyakini i’tiqad
tertentu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah atau ketika seorang
hamba mengerjakan amalan ibadah tertentu yang tidak pernah digariskan
dalam risalah Al-Islam.
Namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah
satu-satunya golongan yang selamat dan satu-satunya kelompok yang akan
dimenangkan Allah telah menetapkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya ke
dalam lubuk hati mereka yang paling dalam.
Nasihat
Allah dan Rasulnya telah tersimpan abadi dalam jiwa-jiwa mereka. Allah
Yang Maha Bijaksana telah menanamkan dalam hati mereka keyakinan akan
kesempurnaan Ad-Dien ini, bahwa kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki
hanyalah dicapai bila berpegang teguh kepada Wahyu Allah dan Sunnah
RasulNya, sebab apapun selain keduanya adalah kesesatan dan kebinasaan!
Sebab segala kebaikan terdapat dalam ittiba’ kepada kaum salaf dan
segala keburukan terdapat dalam perilaku bid’ah kaum Khalaf!
Akhirnya,
saya kembali mengulang wasiat untuk selalu bertaqwa kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala. Waspadailah segala perilaku bid’ah, yang kecil
maupun yang besar dalam Ad-Dien ini karena ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakanya hingga hari Kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ
سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لاَ يُنْقَصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.
“Barangsiapa yang mempelopori perbuatan buruk maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakannya hingga hari qiamah tanpa dikurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Hendaklah setiap Muslim yang merasa takut kepada Rabb-nya, selalu memperhatikan perbuatan dan amalnya, akan kemanakah kakinya melangkah? Karena boleh jadi ia meletakkan kakinya dijalan yang salah tanpa disadari.
Marilah
kita menanamkan tekad sebesar-besarnya untuk mengkaji, mendalami,
melaksanakan dan menda’wakan As-Sunnah disetiap lapangan kehidupan kita,
agar tidak ada lagi bid’ah-bid’ah yang menodai kehidupan kita, sehingga
menghalangi kaum Muslimin untuk meraih kejayaannya. Insya’ Allah.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
|
to-assunnah
|
0 comments:
Post a Comment